Kamis, 26 Juli 2012

Pemerintah: Aturan Pensiun Hakim Ad Hoc PHI Tidak Diskriminatif


Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Mualimin Abdi yang mewakili Pemerintah dalam opening statement-nya yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa aturan pensiun hakim ad-hoc pengadilan hubungan industrial tidak diskriminatif. Mualimin mempertanyakan kerugian konstitusional Pemohon sebagai hakim ad hoc PHI yang mengujikan aturan pensiun bagi hakim ad hoc PHI yaitu telah berumur 62 tahun bagi hakim ad hoc pada PHI dan telah berumur 67 tahun bagi hakim ad hoc pada Mahkamah Agung, Rabu (25/7) di Ruang Sidang Pleno MK.
Mualimin dalam perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang teregistrasi dengan nomor 56/PUU-X/2012 ini mempertanyakan kepentingan Para Pemohon mengajukan uji materi Pasal 67 ayat (1) huruf d UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI. Pemerintah mengganggap tiada kerugian spesifik yang diderita akibat diberlakukannya pasal tersebut. “Dan apakah ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji,” ujar Mualimin membacakan salah satu bagian dalam opening statement Pemerintah.
Pemerintah, lanjut Mualimin, yakin Pemohon tidak dapat mendalilkan kerugian konstitusional yang dideritanya atas berlakunya pasal tersebut. Pasalnya, Pemerintah menganggap Pemohon dalam menjalankan pekerjaannya sebagai hakim ad hoc tidak terhalang-halangi atau mendapat perlakuan diskriminatif. Dengan tegas Pemerintah kemudian menyatakan Para Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) UU tentang MK.
Terhadap materi yang dimohonkan oleh Para Pemohon, Pemerintah menyatakan tidak sependapat dengan dalil Para Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 67 ayat (1) UU PPHI bersifat diskriminatif. “Anggapan itu tidak berdasar dan tidak beralasan,” tegas Mualimin sembari melanjutkan membaca opening statement tersebut.
Pemerintah beralasan, sifat kekhususunan hakim ad hoc diatur dalam undang-undang yang berbeda. Karena itulah syarat hakim ad hoc yang satu dengan lainnya memiliki syarat dan kekhususan yang berbeda. Maka, anggapan Pemohon yang membandingkan persyaratan, pengangkatan, maupun pemberhentiannya, termasuk yang terkait dengan usia pensiun antara pengadilan yang satu dengan yang lainnya menjadi tidak berdasar dan tidak relevan.
Sesuai UU PPHI yang menjelaskan syarat pengangkatan dan pemberhentian hakim ad hoc di PHI, pemerintah menegaskan bahwa keberadaan hakim ad hoc dimaksud sewaktu-waktu dapat dimintakan untuk ditarik oleh serikat pekerja/serikat buruh atau organisasi pengusaha yang mengusulkan.
Pemohon dalam perkara ini adalah dua hakim ad hoc PHI, Jono Sihono dan M. Sinufa Zebua dimana dalam persidangan kali beragendakan mendengarkan keterangan pemerintah. Usai dibacakan keterangan pemerintah, para pihak yang terlibat dalam persidangan sepakat tidak akan mengajukan saksi atau ahli pada persidangan selanjutnya karena merasa cukup dengan penjelasan masing-masing.
Dalam persidangan sebelumnya, Pemohon meminta MK untuk mengubah frasa dalam pasal yang dimohonkan oleh Para Pemohon. Perubahan frasa tersebut terkait dengan syarat batas umur pensiun kedua Pemohon. 
Lengkapnya, Pemohon meminta bunyi frasa pada Pasal 67 ayat (1) huruf d UU PPHI untuk diubah yang awalnya menetapkan syarat “pensiun” bagi hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial dan hakim ad hoc hubungan industrial pada MA saat berumur 62 tahun bagi hakim ad hoc pada pengadilan hubungan industrial dan telah berumur 67 tahun bagi hakim ad hoc pada MA. Kemudian Pemohon meminta syarat itu diubah dengan mengubah frasa tersebut menjadi berbunyi, “hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial dan hakim ad hoc hubungan industrial pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena telah berumur 65 tahun bagi hakim ad hoc pada pengadilan industrial dan telah berumur 70 tahun bagi hakim ad hoc pada Mahkamah Agung.” (Yusti Nurul Agustin/mh)

Sumber: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Berita.Berita&id=7308