Rabu, 09 Februari 2011

Teori Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)


URGENSI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (#10)

Teori Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan unsur penting dalam suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor penentu krisis nasional dan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari kelemahan di bidang manajemen pemerintahan, terutama birokrasi, yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Memasuki era reformasi, hal tersebut diakui, sehingga melalui TAP MPR RI No. XI/MPR/1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KKN, dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme bangsa Indonesia menegaskan tekad untuk senantiasa bersungguh-sungguh mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance.

Jika kita melihat bagian-bagian dari partisipasi yang dapat dilakukan oleh publik atau masyarakat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi publik dalam pengambilan suatu keputusan sangatlah penting. Partisipasi publik menjadi sangat penting urgensinya dalam proses pengambilan keputusan setelah dikampanyekannya good governance oleh Bank Dunia maupun United Nations Development Program (UNDP). Mengenai good governance, Hetifah Sj. Sumarto berpendapat:

“Salah satu karakteristik dari good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik atau kepemerintahan yang baik adalah partisipasi. Selanjutnya UNDP mengartikan partisipasi sebagai karakteristik pelaksanaan good governance adalah keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan bersosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif”.

Menurut T. Gayus Lumbuun, dalam kepustakaan Hukum Administrasi Negara asas-asas umum pemerintahan yang baik telah disistematisasi oleh para ahli terkemuka dan dianut di beberapa negara, antara lain seperti di Belanda dikenal dengan “Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuur” (ABBB), di Inggris dikenal “The Principle of Natural Justice”, di Perancis dikenal “Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique, di Belgia dikenal “Aglemene Rechtsbeginselen”, di Jerman dikenal “Verfassung Sprinzipien dan di Indonesia “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Untuk mengenal asas-asas umum pemerintahan yang baik menurut pendapat ahli maupun yang berkembang di Peradilan Administrasi, akan diuraikan berikut ini:

1. Menurut sistematisasi van Wijk/Konijnenbel yang dikutip oleh Indroharto dalam bukunya berjudul “Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara” tahun 1994, Asas-asas umum Pemerintahan yang Baik dikelompokkan:

a. Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi Asas kecermatan formal dan Asas “fair play”.

b. Asas-asas formal mengenai formulasi keputusan yang meliputi Asas Pertimbangan dan Asas kepastian Hukum formal.

c. Asas-asas Meterial mengenai isi Keputusan yang meliputi Asas kepastian hukum material, Asas kepercayaan atau asas harapan-harapan yang telah ditimbulkan, Asas persamaan, Asas kecermatan material dan Asas keseimbangan.

2. Di Belanda Asas-asas umum pemerintahan yang baik dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah, sehingga dalam Wet AROB (Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan Pemerintahan dalam Hukum Administrasi oleh Kekuasaan Kehakiman “Tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim. Asas-asas umum pemerintahan yang baik, yang terkenal dan dirumuskan dalam Yurisprudensi AROB sebagai berikut:

a. Asas pertimbangan (motiveringsbeginsel)

b. Asas kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel)

c. Asas kepastian hukum (rechtszekerheidsbeginsel)

d. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel of beginsel van opgewekte verwachtingen)

e. Asas persamaan (gelijkheidsbeginsel)

f. Asas keseimbangan (evenredigheidsbeginsel)

g. Asas kewenangan (bevoegheidsbeginsel)

h. Asas fair play (beginsel van fair play)

i. Larangan “detournement de pouvoir” atau penyalahgunaan wewenang (het verbod detournement de pouvoir)

j. Larangan bertindak sewenang-wenang (het verbod van willekeur).

3. Di Perancis Asas-asas umum pemerintahan yang baik (Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique) dirumuskan:

a. Asas persamaan (egalite).

b. Asas tidak boleh mencabut keputusan bermanfaat (intangibilite de effects individuels des actes administratifs). Dengan asas ini keputusan yang regelmatig (teratur/sesuai dengan peraturan) tidak boleh dicabut apabila akibat hukum yang bermanfaat telah terjadi.

c. Asas larangan berlaku surut (principe de non retroactivite des actes administratifs).

d. Asas jaminan masyarakat (garantie des libertes publiques).

e. Asas keseimbangan (proportionnalite).

4. Dalam kepustakaan Hukum Administrasi di Indonesia, Prof. Kuntjoro Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara” menguraikan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam 13 asas, yaitu:

a. Asas kepastian hukum (principle of legal security);

b. Asas keseimbangan (principle of proportionality);

c. Asas kesamaan (dalam pengambilan keputusan pangreh) – principle of equality;

d. Asas bertindak cermat (principle of carefuleness);

e. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation);

f. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of competence);

g. Asas permainan yang layak (principle of fair play);

h. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness);

i. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation);

j. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the consequences of an annulled decision);

k. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the personal way of life);

l. Asas kebijaksanaan (sapientia);

m. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).

5. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999, maka asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dan Penjelasanya yang dirumuskan sebagai asas umum penyelenggaraan negara. Asas ini terdiri dari:

a. Asas Kepastian Hukum;

Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

b. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;

Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.

c. Asas Kepentingan Umum;

Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

d. Asas Keterbukaan;

Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

e. Asas Proporsionalitas;

Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

f. Asas Profesionalitas;

Adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Asas Akuntabilitas.

Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 dan Pasal 3 ayat (1) TAP MPR XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Nagara Yang Bersih dan Bebas KKN menentukan untuk menghindari segala bentuk KKN, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya dan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat, melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, melaksanakan tugas tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dan perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang berlaku secara universal dibeberapa negara sebagai hukum tidak tertulis, di Indonesia dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN merumuskan asas-asas umum penyelenggaraan negara tersebut secara formal mengikat penyelenggara negara untuk dilaksanakan dalam tugas dan fungsinya.

Literatur:

- Hetifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003.

- T. Gayus Lumbuun, Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik, http://www.kormonev.menpan.go.id.