Jumat, 12 November 2010

FUNGSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM MENGGERAKAN RODA PEMERINTAHAN




Harus diakui bahwa sebagai penyelenggara negara, fungsi pemerintah (eksekutif), selain memiliki konsentrasi kekuasaan yang besar, juga bersentuhan langsung dengan rakyat. Tindakan-tindakan penertiban, perizinan dan berberbagai pelayanan merupakan pekerjaan administrasi negara yang langsung berhubungan dengan rakyat. Setiap bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau cara-cara bertindak yang tidak memenuhi syarat penyelenggaraan administrasi negara yang baik akan langsung dirasakan sebagai perbuatan sewenang-wenang atau merugikan orang tertentu atau pun rakyat banyak. Cabang-cabang penyelenggara negara yang lain, seperti pembentuk undang-undang (DPR) atau penegak hukum (kekuasaan kehakiman) tidak kurang perannya dalam mewujudkan dan menampakkan pemerintahan yang baik, kurang atau tidak baik. Pembentuk undang-undang dapat membuat undang-undang yang sewenang-wenang. Berbagai undang-undang yang dibuat belum tentu berpihak kepada kepentingan rakyat banyak, melainkan untuk kepentingan penguasa atau kepentingan kelompok tertentu yang tentu saja dominan, seperti para konglomerat dan lain-lain. Demikian pula dalam penegakkan hukum, dapat terjadi berbagai tindakan atau putusan yang sewenang-wenang. Kesewenang-wenangan itu bukan hanya terjadi karena kekuasaan penegak hukum tidak berdaya atau berkolaborasi dengan penyelenggara cabang kekuasaan lain. Kesewenang-wenangan dapat juga terjadi karena penyalahgunaan keuasaan yang ada pada penegak hukum. Berbagai tindakan hukum seperti perkara perdata yang dijadikan perkara pidana, putusan hakim yang dirasakan tidak benar dan tidak adil, penundaan eksekusi yang merugikan pencari keadilan sama sekali tidak terkait dengan ketidakberdayaan atau kolaborasinya dengan kekuasaan, melainkan karena penyalahgunaan kebebasan dalam memutus atau membuat suatu ketetapan. Menyikapi hal diatas, seyogyanya tinjauan mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) tidak hanya berkenaan dengan fungsi Administrasi Negara saja, melainkan juga termasuk pada cabang-cabang kekuasaan negara yang lain seperti pembentukan undang-undang, yaitu bagaimana membuat suatu produk hukum yang baik sehingga dapat berfungsi untuk menggerakkan roda pemerintahan, maka dari itu sebaiknya kita memahami bagaimana fungsi Hukum Administrasi Negara, bagaimana seharusnya pemerintah membuat suatu produk hukum yang berkualitas serta bagaimanakah fungsi peraturan perundang-undangan dalam menggerakkan roda pemerintahan.

Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara

Dalam pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut:

1. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.

2. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.

3. Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

4. Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

5. Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.

Secara spesifik, fungsi Hukum Administrasi Negara dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.

Selanjutnya fungsi dari Hukum Administrasi Negara dapat dibagi menjadi fungsi normatif, fungsi instrumental dan fungsi jaminan hukum yang akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara

Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan. Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu:

a. Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat undang-undang untuk mengatur seluruhnya dalam undang-undang formal;

b. Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan dengan tiap perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat undang-undang dengan mengaturnya dalam suatu undang-undang formal;

c. Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat undang-undang yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.

Seperti disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam undang-undang, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies ermessen. Meskipun penggunaan freies ermessen dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Di samping itu, pelaksanaan freies ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.

2. Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara

Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang menganut tipe welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.

Pembuatan instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut:

a. Syarat-syarat material:

1) Alat pemerintahan yang mem buat keputusan harus berwenang;

2) Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis;

3) Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;

4) Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

b. Syarat-syarat formal:

1) Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;

2) Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;

3) Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;

4) Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.

Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.

3. Fungsi Jaminan Hukum Administrasi Negara

Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum. Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat. Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung, sesungguhnya tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi perseorangan. Hak dan kewajiban perseorangan bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara dan bangsa kita, yaitu Pancasila.

Berdasarkan pemaparan fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum. Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan freies ermessen, pemerintah memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan terjamin dengan baik.

Pembuatan Produk Hukum Yang Berkualitas

Dalam membuat suatu produk hukum atau Keputusan Tata Usaha Negara, ada beberapa metode yang perlu diperhatikan oleh pembuat keputusan, yaitu:

1. Materiele theorie oleh Leopold Pospisil dalam bukunya yang berjudul Anthropological of law. Teori ini memiliki 3 (tiga) kerangka berfikir, yaitu:

a. Produk hukum dalam suatu negara dapat dikembangkan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu:

1) Hukum yang dibuat oleh penguasa atau hukum tertulis (authoritarian law);

2) Hukum yang hidup dalam masyarakat atau hukum yang tidak tertulis (common law).

b. Dua kelompok hukum diatas memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi kelebihan dan kekurangan itu berbanding terbalik, seperti yang dibandingkan dibawah ini:

1) Kelebihan dari hukum yang dibuat oleh penguasa atau hukum tertulis (authoritarian law) adalah memiliki kepastian hukum dan daya paksa yang tinggi. Sedangkan kekurangannya adalah bersifat statis dan obyektifitas keadilannya sulit terwujud.

2) Kelebihan dari hukum yang hidup dalam masyarakat atau hukum yang tidak tertulis (common law) adalah bersifat dinamis dan obyektifitas keadilannya dapat terwujud. Sedangkan kekurangannya adalah memiliki kepastian hukum serta daya paksa yang rendah.

c. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa produk hukum yang baik adalah produk hukum yang materinya sebanyak mungkin diambil dari common law, tetapi wadahnya authoritarian law.

2. Formelle theorie oleh Rick Dikerson dalam bukunya Legal drafting theory. Teori ini menjelaskan bahwa suatu produk hukum yang baik harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan, yaitu:

a. Tuntas mengatur permasalahannya;

b. Sedikit mungkin memuat delegatie van wetgeving;

c. Hindari memuat ketentuan yang bersifat elastis.

3. Filosofische thoerie oleh Jeremi Bantam dalam bukunya Legal theory. Teori ini menjelaskan bahwa suatu produk hukum yang baik harus memiliki 3 (tiga) sifat berlaku secara komulatif, yaitu:

a. Berlaku secara filosofis;

Produk hukum harus mencerminkan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

b. Berlaku secara sosiologis;

Mencerminkan kesadaran hukum masyarakat.

c. Berlaku secara yuridis.

Hukum diibaratkan sebagai tombak yang memiliki dua ujung runcing, yaitu adil dan benar. Adil adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Benar adalah kecocokan antara peraturan dan perbuatan. Apabila adil dan benar bertemu, maka disebut dengan damai.

Jika suatu keputusan atau produk hukum dibuat dengan mengacu pada salah satu metode pembuatan produk hukum diatas, maka pastilah keputusan atau produk hukum yang diciptakan dapat “mengcover” segala kebutuhan masyarakat, sehingga tujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur dapat terwujud.

Fungsi Peraturan Perundang-undangan dalam Menggerakkan Roda Pemerintahan.

Dari urian pada pembahasan diatas, kita dapat melihat beberapa metode yang dapat dijadikan acuan oleh pembuat keputusan atau produk hukum. Berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu bagaimana bentuk ideal dari sebuah produk hukum. Menurut Prof. Muchsan, wadah atau bentuk (frame) dari suatu produk hukum yang ideal harus memuat:

1. Judul atau disebut juga dengan istilah short story (cerita pendek).

2. Konsideran (pertimbangan), dibagi menjadi:

a. Menimbang;

Bagian ini berisi fakta-fakta yang menjadi motifasi lahirnya suatu produk hukum.

b. Mengingat;

Bagian ini berisi pendorong yang berbentuk hukum

c. Memperhatikan.

Bagian ini berisi sesuatu yang bukan merupakan fakta hukum tetapi tetap relevan atau produk-produk hukum lain yang berkaitan dengan produk yang dibuat.

3. Diktum, dibagi menjadi:

a. Memutuskan

b. Menetapkan

4. Materi

a. Bab I, Ketentuan Umum;

Bagian ini berisi definisi-definisi operasional yang digunakan oleh produk hukum, sehingga menimbulkan kepastian hukum.

b. Bab II, Materi;

Bagian ini berisi penjabaran dari peraturan tersebut.

c. Bab III, Ketentuan Hukuman;

Bagian ini berisi ketentuan hukuman jika hukuman yang diatur lebih dari satu. Sebuah produk hukum harus memuat ketentuan pidana apabila memuat hak dan kewajiban tertentu. Syarat apabila memuat ketentuan pidanan:

1) Ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut;

2) Bedakan antara perbuatan pelanggaran dan kejahatan;

3) Kalau pidana denda idealnya menggunakan kurs emas.

5. Kententuan peralihan (boleh ada/tidak)

Harus ada apabila produk hukum yang fungsinya mencabut produk hukum yang lama.

6. Ketentuan penutup

Ketentuan penutup memuat:

a. Saat berlakunya produk hukum yang baru

b. Apabila ada, singkatan resmi dari produk hukum yang baru

c. Menyebutkan Produk hukum yang dicabut/diganti/dirubah dengan produk hukum yang baru

Suatu produk hukum dianggap berlaku apabila:

1. Berlaku saat diundangkan

2. Berlaku surut, materinya menguntungkan umum tetapi ketentuan pidananya tidak

3. Berlaku saat yang akan datang

4. Jika tidak memuat kapan berlakunya, maka berlaku 30 hari setelah diundangkan.

Dalam mewujudkan fungsinya dalam menjalankan roda pemerintahan, aparat pemerintah menggunakan berbagai sarana. Sarana-sarana tersebut dalam fungsinya ternyata dapat menciptakan hukum baru. Menurut Prof. Muchsan sarana tersebut dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:

1. Sarana yang bersifat mutlak (absolute)

Sarana yang harus ada, jika tidak maka roda pemerintahan tidak akan berjalan. Sarana yang bersifat mutlak ada 3 (tiga) dan dapat menciptakan hukum baru, yaitu:

a. Man power (Sumber Daya Manusia), sarana ini dapat menciptakan:

1) Public office law (hukum kepegawaian)

2) Public natural law (hukum benda Negara)

3) Public finance law (hukum keuangan Negara)

b. Natural (Benda), sarana ini dapat menciptakan:

1) Hukum kependudukan (population law)

2) Hukum lingkungan (environmental law)

3) Legal order (peraturan perundang-undangan) menciptakan legal drafting theory.

c. Money (Uang)

2. Sarana yang bersifat relatif (penunjang)

Sarana ini tidak harus ada dengan konsekuensi bahwa roda pemerintahan tetap berjalan tetapi sulit untuk mensejahterakan rakyat.

Tidak ada komentar: