Jumat, 03 Desember 2010

Teori Perundang-Undangan (Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup)


URGENSI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (#1)

Teori Perundang-Undangan (Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup)

Bagir manan yang mengutip pendapat P. J. P. Tak tentang wet in materiele zin, melukiskan pengertian perundang-undangan dalam arti material yang esensinya sebagai berikut:

1. Peraturan perundang-undangan yang berbentuk tertulis. Karena merupakan keputusan tertulis, maka peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum lazim disebut sebagai hukum tertulis (geschrevenrecht, written law).

2. Peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan, organ) yang mempunyai wewenang membuat peraturan yang berlaku mengikat umum (aglemeen).

3. Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan harus selalu mengikat semua orang. Mengikat umum hanya menunjukan bahwa peristiwa perundang-undangan tidak berlaku terahadap peristiwa konkret atau individu tertentu.

Konsep perundang-undangan juga dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi, yang mengikuti pendapat I.C. van der Vlies tentang wet yang formal (het formele wetsbegrip) dan wet yang materiil (het materiele wetsbegrip). Pendapat ini didasarkan pada apa tugas pokok dari pembentuk wet (de wetgever). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka yang disebut dengan wet formal adalah wet yang dibentuk berdasarkan ketentuan atribusi dari konstitusi, sementara wet yang materiil adalah suatu peraturan yang mengandung isi atau materi tertentu yang pembentukannya tunduk pada prosedur yang tertentu pula.

Perundang-undangan dalam Kamus Black’s Law Dictionary, dibedakan antara legislation dan regulation. Legislation lebih diberi makna sebagai pembentukan hukum melalui lembaga legislasi (the making of laws via Legislation). Regulation diberi pengertian aturan atau ketertiban yang dipaksakan melelui ketentuan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah melalui wewenang eksekutif (rule or order having force of law issued by executive authority of government).

Maria Farida Indrati Soeprapto menyatakan bahwa Istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving atau gezetzgebung) mempunyai 2 (dua) pengertian yang berbeda, yaitu:

1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;

2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

H. Soehino, memberikan pengertian istilah perundang-undangan sebagai berikut:

1. Pertama, berarti proses atau tata cara pembentukan peraturan-peraturan perundangan negara dari jenis dan tingkat tertinggi yaitu undang-undang sampai yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi atau delegasi dari kekuasaan perundang-undangan.

2. Kedua, berarti keseluruhan produk peraturan-peraturan perundangan tersebut.

Pengertian perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”.

Rincian jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ialah Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang memperoleh delegasi dari Undang-undang atau Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Depertemen serta Departemen sertra Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang memperoleh delegasi dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, Keputusan ’badan’ Negara yang dibentuk berdasarkan atribusi suatu Undang-undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Keputusan Gubernur dan Bupati/Walikota, atau Kepala Daerah yang memperoleh delegasi dari peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang terdiri atas:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah yang dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf e menurut H. Abdul Latief, meliputi:

1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur);

2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;

3. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Selanjutnya, Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menjelaskan bahwa “jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Penjelasan dari Pasal 7 ayat (4) menyatakan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”.

Masing-masing jenis peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Undang-undang misalnya, berfungsi antara lain mengatur lebih lanjut hal yang tegas-tegas ‘diminta’ oleh ketentuan UUD dan Ketetapan MPR. Dari semua Jenis peraturan perundang-undangan, hanya undang-undang dan peraturan daerah saja yang pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR, antara Kepala Daerah dan DPRD, lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui materi muatan berbagai jenis peraturan perundang-undangan perlu diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Secara garis besar undang-undang ialah ‘wadah’ bagi sekumpulan materi tertentu, yang meliputi:

1. Hal-hal yang oleh Hukum Dasar (Batang Tubuh UUD 1945 dan TAP MPR) diminta secara tegas-tegas ataupun tidak untuk ditetapkan dengan undang-undang.

2. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai Negara berdasar Atas Hukum atau Rechtstaat diminta untuk diatur dengan undang-undang.

3. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia yaitu Sistem Konstitusi atau Constitutioneel Systeem diminta untuk diatur dengan undang-undang.

Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah tangga atas inisiatif sendiri, maka kepada pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri perlu dilengkapi dengan alat perlengkapan daerah yang dapat mengeluarkan peraturan-peraturannya, yaitu Peraturan Daerah (Perda). Menurut Mahendra Putra Kurnia, keberadaan Peraturan Daerah merupakan conditio sine quanon atau syarat absolut/syarat mutlak dalam rangka melaksanakan kewenangan otonomi tersebut. Selanjutnya menurut Suko Wiyono seperti dikutip oleh Mahendra Putra Kurnia, Peraturan Daerah harus dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan-urusan di daerah. Disamping itu Peraturan Daerah juga harus memberikan perlindungan hukum bagi rakyat di daerah.

Kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk sebuah Peraturan Daerah berlandaskan pada Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Peraturan Daerah merupakan bagian integral dari konsep peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Bagir Manan berpendapat bahwa, peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintahan daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan tingkat daerah. Selanjutnya menurut Suko Wiyono seperti dikutip oleh Mahendra Putra Kurnia, Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta merupakan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta Perda daerah lain. Hans Kelsen memberikan definisi peraturan perundang-undangan di tingkat daerah sebagai berikut, “Peraturan perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan di daerah”. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mendefinisikan bahwa, “Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota”.

Mengenai ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah meliputi:

1. Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.

2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.

3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Jenis dan bentuk produk hukum daerah terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah, pasal tersebut menyebutkan jenis dan bentuk produk hukum daerah terdiri atas:

1. Peraturan Daerah;

2. Peraturan Kepala Daerah;

3. Peraturan Bersama Kepala Daerah;

4. Keputusan Kepala Daerah;

5. Instruksi Kepala Daerah.

Menurut Mahendra Putra Kurnia, secara lebih jelas mengenai produk hukum daerah, diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah, yang menyatakan bahwa “Produk hukum daerah bersifat pengaturan dan penetapan”. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006, bahwa produk hukum daerah yang bersifat pengaturan meliputi:

1. Peraturan Daerah atau sebutan lain;

2. Peraturan Kepala Daerah; dan

3. Peraturan Bersama Kapala Daerah.

Ayat-ayatnya menjelaskan bahwa produk hukum yang bersifat penetapan meliputi:

1. Keputusan Kepala Daerah; dan

2. Instruksi Kepala Daerah.

Sedangkan menurut Abdul Latief, peraturan perundang-undangan di tingkat daerah terdiri dari peraturan daerah dan peraturan/keputusan kepala daerah yang mempunyai sifat mengatur.

Pustaka

- Mahendra Putra Kurnia, Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007.

- Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

- Soehino, Hukum Tata Negara; Teknik Perundang-undangan (Setelah Dilakukan Perubahan Pertama dan Perubahan Kedua Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), BPFE, Yogyakarta, 2006.

- H. Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintahan Daerah, UII Press, Yogyakarta, 2005.