Selasa, 11 Januari 2011

Teori Partisipasi Publik (Pengertian Partisipasi Publik)


URGENSI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH (#7)

Teori Partisipasi Publik (Pengertian Partisipasi Publik)

Partisipasi masyarakat atau partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, diatur pada Bab X Pasal 53 Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang maupun rancangan peraturan daerah”. Penjelasan Pasal 53 itu menjelaskan bahwa “hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.

Secara lebih jelas mengenai partisipasi publik dalam pembentukan peraturan daerah terdapat dalam Pasal 139 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang menyatakan “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis, dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda”, Penjelasan Pasal 139 (1) tersebut menjelaskan bahwa “hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD”. Dari bunyi Pasal 53 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 dan Pasal l39 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, serta Penjelasannya dapat diketahui bahwa Pertama, Masyarakat berhak memberikan masukan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Kedua, Masukan masyarakat tersebut dapat dilakukan secara lisan atau tertulis. Ketiga, Hak masyarakat tersebut dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pengertian Partisipasi Publik

Untuk memahami konsep partisipasi publik atau partisipasi masyarakat, sebaiknya pembahasan terlebih dahulu diarahkan pada siapa yang berpartisipasi dan apa yang terkandung dalam istilah partisipasi. Telaah mengenai siapa yang berpartisipasi akan mengarah pada 2 (dua) hal, yaitu apa yang dimaksud dengan masyarakat, publik dan bagaimana posisi masyarakat dalam pemerintahan daerah. Masyarakat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama, sedangkan yang dimaksud dengan publik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang banyak (umum). Menurut Korten seperti dikutip oleh Khairul Muluk, istilah masyarakat yang secara popular merujuk kepada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Namun kemudian, ia lebih memilih pengertian yang berasal dari dunia ekologi dengan menterjemahkan masyarakat sebagai “an interacting population of organism (individuals) living in a common location”. Menurut Oppenheim, masyarakat adalah “a body of a number of individuals more or less bound together through common interest as create constant and manifold intercourse between individuals”. Kemudian menurut Logemann, masyarakat adalah suatu verkeer tussen mensen. Masyarakat adalah suatu skema koordinasi hubungan antar manusia yang ajeg. Menurut Sudikno Mertokusumo, masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama. Masyarakat adalah kelompok atau kumpulan manusia. Sedangkan menurut Maria Farida Indrati, masyarakat adalah setiap orang pada umumnya terutama masyarakat yang “rentan” terhadap peraturan tersebut, setiap orang atau lembaga terkait, atau setiap lembaga swadaya masyarakat yang terkait.

Pembahasan selanjutnya mengenai apa yang dimaksud dengan partisipasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta. Menurut Rahnema seperti dikutip oleh Khairul Muluk, dengan mengutip apa yang diungkapkan dalam the Oxford Dictionary, memulai pembahasannya mengenai pertisipasi sebagai “the action of fact of partaking, having or forming a part of”. Dalam pengertian ini, partisipasi bisa bersifat transitif atau intransistif, bisa pula bermoral atau tak bermoral. Kandungan pengertian tersebut juga bersifat dipaksa atau bebas, dan bisa pula bersifat manipulatif atau spontan. Pengertian partisipasi (dalam arti sempit) menurut Antoft dan Novack, adalah:

“Sesuatu yang bisa dilakukan oleh komunitas untuk memperjuangkan kepentingan dan kebutuhannya. Bentuknya bisa berlangsung secara simultan untuk memberikan kesempatan kepada penduduk untuk menikmati akses partisipasi yang lebih besar karena tidak semua penduduk pada waktu yang bersamaan, di tempat yang sama, dengan kepentingan yang sama dapat berpartisipasi secara langsung dan bersama-sama. Ada kendala waktu, tenaga dan sumber daya lainnya yang membatasi partisipasi masyarakat ini. Bentuk-bentuk partisipasi tersebut meliputi electoral participation, lobbying, getting on council agenda, special purpose bodies dan special purpose participation”.

Menurut Merriam Webster's Dictionary, Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Participate. Kata itu mengandung 2 (dua) pengertian: Pertama, memiliki sejumlah atribut, benda atau kualitas dari seseorang. Kedua, mengambil bagian dalam suatu kegiatan atau membagi sesuatu dalam kebersamaan, maka dengan demikian yang dimaksud dengan partisipasi publik disini adalah banyaknya masyarakat yang mengambil bagian dalam setiap kegiatan konkrit, termasuk dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah. Berbagai bentuk partisipasi publik (dalam arti luas) dalam pemerintahan daerah berdasarkan pengalaman berbagai negara di dunia menurut Norton, berkisar pada:

1. Referenda bagi isu-isu vital di daerah tersebut dan penyediaan peluang inisiatif warga untuk memperluas isu-isu yang terbatas dalam referenda.

2. Melakukan decentralization in cities (desentralisasi di dalam kota) kepada unit-unit yang lebih kecil sehingga kebutuhan tanggungjawab dan pengambilan keputusan lebih dekat lagi kepada masyarakat.

3. Konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka.

4. Partisipasi dalam bentuk elected member (anggota yang dipilih).


Literatur:

- Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-dasar Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

- Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan; Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

- Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Bayumedia, Jakarta, 2006.

- Sugeng Istanto, Bahan Kuliah Politik Hukum, Magister Hukum Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2004.

- Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1999.

- Forum USDRP-Indonesia, Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi/Partisipasi Publik, http://www.usdrp.org.

- Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.