Rabu, 15 Desember 2010

Dari Gugatan Terhadap Lambang Garuda di Kaos Timnas sampai dengan Citizen Lawsuit


Tim Nasional (Timnas) Sepak Bola Indonesia berhasil masuk ke semifinal Piala AFF, sungguh hal yang sangat membanggakan, sebagai putra bangsa, setidaknya itu yang sedang saya rasakan saat ini. Namun di tengah menanjaknya popularitas tersebut, ‘tiba-tiba’ muncul sebuah insiden yaitu adanya Gugatan Nomor 551/2010/PN.JKT.PST, terkait pemasangan Logo Garuda di Kaos Timnas yang ditujukan kepada Presiden RI, Mendiknas, Menpora, PSSI, dan PT. Nike Indonesia. Gugatan seperti ini, dalam bahasa hukum dikenal dengan Citizen Lawsuit atau Gugatan Warga Negara terhadap Penyelenggara Negara.

Gugatan tersebut merujuk pada Pasal 52 dan Pasal 57 huruf d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Pemakaian Lambang Negara, Bahasa, Bendera, Serta Lagu Kebangsaan. Pasal 52, berbunyi:

Lambang Negara dapat digunakan:

a. Sebagai cap atau kop surat jabatan;

b. Sebagai cap dinas untuk kantor;

c. Pada kertas bermaterai;

d. Pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan;

e. Sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri;

f. Dalam penyelenggaraan peristiwa resmi;

g. Dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;

h. Dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau

i. Di rumah warga negara Indonesia.

Sedangkan Pasal 57 huruf d, berbunyi “Setiap orang dilarang menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Alasan dari gugatan ini adalah bahwa "Kaos bola berpotensi dikotori, robek, dan bahkan terkena tendang, terkena sikut, dilempar setelah dipakai. Dan harus diingat lambang negara yang ada di kaos bola pun akan mengalami hal yang sama”.

Hal ini sentak mengundang reaksi dari sejumlah tokoh, menurut Ketua DPR Marzuki Alie melalui detikcom (15/12/10), penggunaan lambang Garuda dalam kaos Timnas tidaklah melanggar Undang-undang. Marzuki justru heran ada anak bangsa yang tidak bangga dengan lambang Garuda di kaos Timnas. Senada dengan hal tersebut, Anggota Komisi III DPR dari FPD, Ruhut Sitompul, menilai perdebatan terkait pemasangan lambang Garuda di kaos Timnas sepakbola Indonesia dihembuskan untuk mencari popularitas, "Lambang Garuda ini kan dipakai dimana-mana, banyak ditempel di kaca mobil dan logo DPR. Saya pikir tidak ada yang salah karena Garuda adalah simbol Pancasila, ideologi merah-putih", jelas Ruhut kepada detikcom (14/12/10).

Namun ada satu pendapat yang menurut saya lebih menarik karena pendapat tersebut lebih substantif dan ‘mungkin’ dapat menjawab polemik ini. Pendapat ini datang dari Roy Suryo, seorang Politisi Partai Demokrat yang juga selaku anggota tim nara sumber penyusunan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, menurutnya dalam Pasal 52 huruf e disebutkan, lambang negara (Garuda) bisa digunakan sebagai lencana atau atribut warga negara Indonesia yang mengemban tugas negara di Luar Negeri. Artinya, lambang tersebut bisa digunakan dalam kaos Timnas karena ada tugas yang diemban untuk membela Indonesia dalam ajang AFF, "Hal ini tidak melanggar larangan di Pasal 57 huruf a yang intinya tidak menodai, menghina dan merendahkan" sambungnya kepada detikcom (14/12/10). Pendapat ini kemudian saya ‘amini’ dan berharap semoga masalah ini tidak berkelanjutan dan tidak ‘mengurangi’ semangat Timnas untuk berjuang.

Melalui permasalahan ini, ada hal menarik yang dapat kita pelajari, yang mungkin juga masih jarang kita dengar yaitu mengenai Citizen Lawsuit atau Gugatan Warga Negara terhadap Penyelenggara Negara. Dalam catatan saya, Citizen Lawsuit masih sangat jarang di Indonesia bahkan di dunia. Dengan mengutip dari berbagai sumber dan literatur, berikut penjelasannya.

Citizen Lawsuit

Citizen Lawsuit atau Gugatan Warga Negara terhadap penyelenggara Negara sebenarnya tidak dikenal dalam sistem hukum Civil Law sebagaimana yang diterapkan di Indonesia. Citizen lawsuit sendiri lahir di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, dan dalam sejarahnya Citizen Lawsuit pertama kali diajukan terhadap permasalahan lingkungan. Namun pada perkembangannya, Citizen Lawsuit tidak lagi hanya diajukan dalam perkara lingkungan hidup, tetapi pada semua bidang dimana negara dianggap melakukan kelalaian dalam memenuhi hak warga negaranya.

Citizen Lawsuit pada intinya adalah mekanisme bagi Warga Negara untuk menggugat tanggung jawab Penyelenggara Negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga Citizen Lawsuit diajukan pada lingkup peradilan umum dalam hal ini perkara Perdata. Oleh karena itu Atas kelalaiannya, dalam petitum gugatan, Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat mengatur umum (regeling) agar kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari. Citizen Lawsuit memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Tergugat dalam Citizen Lawsuit adalah Penyelenggara Negara. Pihak selain penyelenggara negara tidak boleh dimasukkan sebagai pihak baik sebagai Tergugat maupun Turut Tergugat.

2. Perbuatan Melawan Hukum yang didalilkan dalam Gugatan adalah kelalaian Penyelenggara Negara dalam pemenuhan hak-hak warga negara.

3. Penggugat adalah Warga Negara, dalam hal ini cukup membuktikan bahwa dirinya adalah warga negara Indonesia.

4. Tidak memerlukan adanya suatu notifikasi Option Out setelah gugatan didaftarkan (PERMA No. 1 tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok).

5. Petitum dalam gugatan Citizen Lawsuit:

a. Tidak boleh meminta adanya ganti rugi materiel.

b. Harus berisi permohonan agar negara mengeluarkan suatu kebijakan yang mengatur umum (Regeling).

c. Tidak boleh berisi pembatalan atas suatu Keputusan Penyelenggara Negara (Keputusan Tata Usaha Negara) yang bersifat konkrit, individual dan final karena hal tersebut merupakan kewenangan dari Peradilan Tata Usaha Negara.

d. Tidak boleh memohon pembatalan atas suatu Undang-undang karena itu merupakan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi dan tidak boleh meminta pembatalan atas Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang karena hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Agung.